Kamis, 01 Desember 2011

Telaga Biru

   Telaga itu tidak seberapa lebar dan dalam, kurang lebih tiga meter panjangnya dan dua meter lebarnya dengan kedalaman dua meter. Airnya Bening dan jernih, tidak pernah kering walau kemarau panjang sekalipun. Letaknya di atas sebuah pematang, di bawah keteduhan, kelebatan, dan kerindangan pepohonan, khususnya pohon limau. Jika pohon-pohon limau itu berbunga, berkerumunlah burung-burung dan serangga mengisap madu. Di permukaan tanah itu menjalar dengan suburnya sejenis tumbuhan, gadung namanya. Gadung mempunyai umbi yang besar dan dapat dibuat menjadi kerupuk yang gurih dan enak rasanya. Akan tetapi, jika kurang mahir mengolah bisa menjadi racun bagi orang yang memakannya karena memabukkan.


   Daerah itu dihuni seorang lelaki tampan, Awang Sukma namanya. la hidup seorang diri dan tidak mempunyai istri. Ia menjadi seorang penguasa di daerah itu. Oleh karena itu, ia bergelar data. Selain berwajah tampan, ia juga mahir meniup suling. Lagu-lagunya menyentuh perasaan siapa saja yang mendengarkannya.
Awang Sukma sering memanen burung jika pohon limau sedang berbunga dan burung-burung datangan mengisap madu. Ia memasang getah pohon yang sudah dimasak dengan melekatkannya di bilah-bilah bambu. Bilah-bilah bambu yang sudah diberi getah itu disebut pulut. Pulut itu dipasang di sela-sela tangkai bunga. Ketika burung hinggap, kepak sayapnya akan melekat di pulut. Semakin burung itu meronta, semakin erat sayapnya melekat. Akhirnya, burung itu menggelepar jatuh ke tanah bersama bilah-bilah pulut. Kemudian, Awang Sukma menangkap dan memasukkannya ke dalam keranjang. Biasanya, puluhan ekor burung dapat dibawanya pulang. Konon itulah sebabnya di kalangan penduduk, Awang Sukma dijuluki Datu Suling dan Datu Pulut.

   Akan tetapi,

Anak Sima

Cerita rakyat Anak Sima ini penuh misteri, ada beberapa sumber yang saya temui menceritakan bahwa sewaktu beliau kecil memang pernah mendengar jeritan tangis Anak Sima. Cerita ini berkembang di daerah hulu sungai, waktu itu pernah menjadi cerita yang menghebohkan tetapi sekarang tidak banyak lagi anak muda yang mengetahui kisahnya.

   Anak Sima berasal dari anak kapang (anak terlahir dari hubungan tidak sah), karena merupakan anak hubungan gelap maka ibu sang bayi membuangnya ke dalam hutan lebat setelah dilahirkan, untuk membuang rasa malu. Bayi yang baru lahir ini menangis sejadi-jadinya karena ia merasa lapar dan kedinginan. Berhari-hari menangis tidak ada seorang pun yang mendengar sehingga hampir mati.

   Tiba-tiba saat itu lewatlah Takau (jenis hantu paling kuat dalam cerita rakyat Kalsel, bisa berubah bermacam bentuk dan ilmunya sangat tinggi). Takau yang lewat ini sangat kelaparan, saat ia mendengar tangisan bayi segera ia menuju ke sumber suara.

” aumm (takau dalam bentuk macan) laparnya ai parut ku, nyaman banar bisa bayi ngini lamun kumakan” geram Takau (lapar sekali perutku, sungguh lezat kalau bayi ini kumakan).

    Takau pun segera mendekati bayi itu, bayi yang menangis disentuhnya tiba-tiba berhenti menangis. Takau terpesona melihat kecakapan anak ini. Rambutnya ikal,hidung mancung, matanya bulat, bibirnya merah delima, dan tersenyum dengan sangat manis. Takau berubah menjadi bentuk manusia, digendongnya dengan mesra bayi itu, di dalam hatinya tidak ada lagi maksud untuk memakan bayi ini.

   “bah, baik ku bawa bulik haja bayi ngini, bungas banar, kujadiakan anakku, kusayangi wan kupalihara” kata Takau kegirangan (wah, sebaiknya kubawa pulang saja bayi ini, cantik sekali, aku jadikan anakku, aku sayangi dan aku pelihara).

   Bertahun-tahun Takau memelihara bayi yang diberinya nama Anak Sima, tetapi anehnya Anak Sima ini tidak bertambah dewasa bentuknya tetap seorang bayi. Karena dipelihara oleh hantu, maka Anak Sima pun memiliki ilmu hantu dari Takau. Takau dan Anak Sima selalu mengembara ke hutan-hutan, kadang digendong kadang dihambin (digendong di punggung/dibopong) Takau sangat menyayangi Anak Sima. Saat Anak Sima lapar maka ia akan pergi sendiri mencari makanannya. Jenis makanan yang paling disukai Anak Sima adalah jantung manusia hidup.

   Anak Sima mempunyai ilmu yang lumayan hebat semacam ilmu pengasih, dengan tangisannya orang akan terpesona sehingga mencari-cari sumber suara, setelah orang itu mendekat Anak Sima dengan mesra akan memanggil orang itu ‘Uma-Uma’ (mama). Orang yang dipanggil akan merasa kasihan dan sayang sehingga tidak mampu menahan keinginan untuk menggendong Anak Sima.

   Pada suatu ketika,..................

Balai Amas dan Batu Beranak

   Dahulu kala, disebuah pohon Ulin yang sangat besar ini hidup seekor burung Garuda yang setiap waktu kerjaannya memakan anak bayi yang masih di dalam ayunan. Karena semakin lama semakin meresahkan, para penduduk kampung bersepakat untuk memikirkan cara bagaimana menyingkirkan burung Garuda tersebut. Pohon Ulin itu mempunyai diameter kira-kira sama besarnya dengan rumah tipe 36. (G
  
   Berbagai macam peralatan dicobakan untuk

Putri Berambut Putih

   Pada dahulu kala, di suatu sunan Palembang , terdapatlah sebuah kisah putri yang sangat sakti yaitu putri yang bisa mengubah rambut orag menjadi putih apabila di ludahinya. Semua pemuda ingin melamarnya karena kecatikannya, namun sayangnya apabila ia ada seseorang yang melamarnya maka ia akan diludahinya dan berubahlah rambut pemuda itu menjadi putih. Karena kesombongannya, banyak pemuda yang enggan lagi datang kepadanya. Selain sombong, ia pula mempunyai kakak yang bernama Lengkusa. Kerjaan Lengkusa hanyalah bertapa ili kebatinan, dan ia telah terkenal kemana-mana tidak ada seorang pun ang telah mengalahkannya.
   
   Sunan Palembang tersebut mendengar berita akan kecantikan adik langkusa tersebut. Sunan ingin meminangnya dan disuruhnya lah anak buahya untuk datang melamarnya dengan membawa emas, intan dan berlian. Namun sayangnya, anak buah sunan tersebut malah mendapat ludahan dari putri sehingga rambut anak buah tersebut menjadi putih. Melihat kejadian itu Sunan marah dan menyuruh anak buahnya lagi untuk mencari tau apa yang sebenarnya yang dimiliki oleh Putri itu. Anak buahnya tersebut melapor bahwa putri itu orang yang sombong karena ia memiliki kakak yang sakti.

   Mendengar laporan tersebut, Sunan mempunyai ide yaitu bagaimana caranya untuk membunuh Langkusa.

   Di hutan desa Perigi, terdaptlah seekor kerbau yang sangat ganas, dengan di tandainya ada sarang lebah yang terdapat di telinganya. Maka, saat itulah Sunan memerintahkan anak buahnya untuk memanggil Lagkusa. Sesampai Langkusa, ia di perintahkan oleh Sunan untuk mengalahkan kerbau tersebut. Tanpa berpikir panjang lagi Langkusa langsung masuk hutan dan mencari dimana letak kerbau yang ganas itu. Dari kejauhan si kerbau telah mencium bahwa disekitarnya ada seorang manusia. Namun hebatnya, Langkusa bisa mengalahkan kerbau tersebut dengan mudah dengan menggunakan jurus yang telah ia miliki.

   Pulanglah ia menghadap Sunan dan memberi kabar bahwa ia telah berhasil  mengalahkan kerbau yang terkenal ganas yang terletak di hutan itu. Mendengar kabar itu, Sunan marah dan mempunyai ide lain yaitu meminta Langkusa untuk mengambilkan cincin yang sengaja Sunan jatuhkan kedalam sumur yang sangat dalam, dengan tujuan yang utama yaitu membunuh Langkusa sehingga Sunan dapat menikahi Putri berambut Putih. Namun hebatnya, ia pun berhasil mengambil cincin itu.

   Lagi-lagi Sunan tidak berhasil membunuh Langkusa dan berencana kembali dengan pasukannya untuk mencuilik Putri.

   Kebetulan, Langkusa sedang tidak ada di rumah, hanya Putri yang ada di rumah yang sedang membuat guci. Sunan menculiknya dan membawanya kapal, kemudian dimasukkannya k edalam kamar. Ternyata tetangga Langkusa ada yang melihat. Bersegeralah ia pergi menemui Langkusa.

Tetangga :: Langkusa.... Langkusa, kojotlah adek mu teculek oleh raje nyak Pelimbang.
Langkusa :: biarlah, niku mulanglah..

karena , tidak mendapat respon dari Langkusa. Akhirnya tetangga itupun pulang. datanglah lagi seseorang yang melihat kejadian itu.

Tetangga :: Langkusa... Langkusa, adek mu diusong oleh Raje nyak Pelimbang, di usong ne te kapal.
Langkusa :: kok ku hoyou kon, mulanglah. Onyak kok kepalangan !

pulanglah orang tersebut. Namun datang lagi orang ketiga di saat Langkusa sudah menyelesaikan tugasnya.


Tetangga :: Langkusa... Langkusa, kojotlah adek mu te usong oleh Raje nyak Pelimbang
Langkusa :: te usong tekude ??
Tetangga :: te usong te kapal.

Langkusa :: coh payu jadilah ine, niku mulanglah. onyak hage ngebuntuti ne.

   Tak lama kemudian,

Rabu, 30 November 2011

Si Miskin Yang Tamak

   Alkisah, di Riau pada jaman dahulu kala hiduplah sepasang suami istri yang sangat miskin. Mereka hidup serba kekurangan karena penghasilan mereka tidak bisa mencukupi kebutuhan mereka sehari-hari. Jangankan untuk membeli lauk pauk, untuk mendapatkan beras pun kadang-kadang harus berhutang pada tetangga. Hidup mereka benar-benar memprihatinkan.

   Suatu hari pak Miskin bermimpi. Seorang kakek datang menemuinya dan memberikannya seutas tali.
“Hai Miskin! Besok pergilah merakit dan carilah sebuah mata air di sungai Sepunjung!” kata si kakek yang kemudian menghilang.

    Pak Miskin terbangun dengan bingung.

“Wahai, mimpi apa aku tadi ?Kenapa kakek tadi menyuruhku pergi merakit ?" Kata pak Miskin dalam hati. 
   Hari masih pagi, ketika pak Miskin akhirnya memutuskan untuk mengikuti pesan si kakek. 

“Tidak ada salahnya mencoba. Siapa tahu aku mendapatkan keberuntungan,” pikir pak Miskin.

   Maka

Selasa, 29 November 2011

Aji Saka

   Dahulu kala, ada sebuah kerajaan bernama Medang Kamulan yang diperintah oleh raja bernama Prabu Dewata Cengkar yang buas dan suka makan manusia. Setiap hari sang raja memakan seorang manusia yang dibawa oleh Patih Jugul Muda. Sebagian kecil dari rakyat yang resah dan ketakutan mengungsi secara diam-diam ke daerah lain.

   Di dusun Medang Kawit ada seorang pemuda bernama Aji Saka yang sakti, rajin dan baik hati. Suatu hari, Aji Saka berhasil menolong seorang bapak tua yang sedang dipukuli oleh dua orang penyamun. Bapak tua yang akhirnya diangkat ayah oleh Aji Saka itu ternyata pengungsi dari Medang Kamulan. Mendengar cerita tentang kebuasan Prabu Dewata Cengkar, Aji Saka berniat menolong rakyat Medang Kamulan. Dengan mengenakan serban di kepala Aji Sakake berangkat ke Medang Kamulan.

   Perjalanan menuju Medang Kamulan tidaklah mulus, Aji Saka sempat bertempur selama tujuh hari tujuh malam dengan setan penunggu hutan, karena Aji Saka menolak dijadikan budak oleh setan penunggu selama sepuluh tahun sebelum diperbolehkan melewati hutan itu.
Tapi berkat kesaktiannya, Aji Saka berhasil mengelak dari semburan api si setan. Sesaat setelah Aji Saka berdoa, seberkas sinar kuning menyorot dari langit menghantam setan penghuni hutan sekaligus melenyapkannya.

   Aji Saka tiba di Medang Kamulan yang sepi. Di istana, Prabu Dewata Cengkar sedang murka karena Patih Jugul Muda tidak membawa korban untuk sang Prabu.

   Dengan berani, Aji Saka menghadap Prabu Dewata Cengkar dan menyerahkan diri untuk disantap oleh sang Prabu dengan imbalan tanah seluas serban yang digunakannya.

   Saat mereka sedang mengukur tanah sesuai permintaan Aji Saka, serban terus memanjang sehingga luasnya melebihi luas kerajaan Prabu Dewata Cengkar. Prabu marah setelah mengetahui niat Aji Saka sesungguhnya adalah untuk mengakhiri kelalimannya.

   Ketika Prabu Dewata Cengkar sedang marah, serban Aji Saka melilit kuat di tubuh sang Prabu. Tubuh Prabu Dewata Cengkar dilempar Aji Saka dan jatuh ke laut selatan kemudian hilang ditelan ombak.

   Aji Saka kemudian dinobatkan menjadi raja Medang Kamulan. Ia memboyong ayahnya ke istana. Berkat pemerintahan yang adil dan bijaksana, Aji Saka menghantarkan Kerajaan Medang Kamulan ke jaman keemasan, jaman dimana rakyat hidup tenang, damai, makmur dan sejahtera.




sumber :: Buku Bahasa Indonesia kelas X

Candi Prambanan

   Di dekat kota Yogyakarta terdapat candi Hindu yang paling indah di Indonesia. Candi ini dibangun dalam abad kesembilan Masehi. Karena terletak di desa Prambanan, maka candi ini disebut candi Prambanan tetapi juga terkenal sebagai candi Lara Jonggrang, sebuah nama yang diambil dari legenda Lara Jonggrang dan Bandung Bondowoso.

   Konon tersebutlah seorang raja yang bernama Prabu Baka. Beliau bertahta di Prambanan. Raja ini seorang raksasa yang menakutkan dan besar kekuasaannya. Meskipun demikian, kalau sudah takdir, akhirnya dia kalah juga dengan Raja Pengging. Prabu Baka meninggal di medan perang. Kemenangan Raja Pengging itu disebabkan karena bantuan orang kuat yang bernama Bondowoso yang juga terkenal sebagai Bandung Bondowoso karena dia mempunyai senjata sakti yang bernama Bandung.

   Dengan persetujuan Raja Pengging, Bandung Bondowoso menempati Istana Prambanan. Di sini dia terpesona oleh kecantikan Lara Jonggrang, putri bekas lawannya -- ya, bahkan putri raja yang dibunuhnya. Bagaimanapun juga, dia akan memperistrinya.

   Lara Jonggrang takut menolak pinangan itu. Namun demikian, dia tidak akan menerimanya begitu saja. Dia mau kawin dengan Bandung Bondowoso asalkan syarat-syaratnya dipenuhi. Syaratnya ialah supaya dia dibuatkan seribu candi dan dua sumur yang dalam. Semuanya harus selesai dalam waktu semalam. Bandung Bondowoso menyanggupinya, meskipun agak keberatan. Dia minta bantuan ayahnya sendiri, orang sakti yang mempunyai Sahabat roh-roh halus.

   Pada hari yang ditentukan, Bandung Bondowoso beserta pengikutnya dan roh-roh halus mulai membangun candi yang besar jumlahnya itu. Sangatlah mengherankan cara dan kecepatan mereka bekerja. Sesudah jam empat pagi hanya tinggal lima buah candi yang harus disiapkan. Di samping itu sumurnya pun sudah hampir selesai.

   Seluruh penghuni Istana Prambanan menjadi kebingungan karena mereka yakin bahwa semua syarat Lara Jonggrang akan terpenuhi. Apa yang harus diperbuat? Segera gadis-gadis dibangunkan dan disuruh menumbuk padi di lesung serta menaburkan bunga yang harum baunya. Mendengar bunyi lesung dan mencium bau bunga-bungaan yang harum, roh-roh halus menghentikan pekerjaan mereka karena mereka kira hari sudah siang. Pembuatan candi kurang sebuah, tetapi apa hendak dikata, roh halus berhenti mengerjakan tugasnya dan tanpa bantuan mereka tidak mungkin Bandung Bondowoso menyelesaikannya.

   Keesokan harinya waktu Bandung Bondowoso mengetahui bahwa usahanya gagal, bukan main marahnya. Dia mengutuk para gadis di sekitar Prambanan -- tidak akan ada orang yang mau memperistri mereka sampai mereka menjadi perawan tua. Sedangkan Lara Jonggrang sendiri dikutuk menjadi arca. Arca tersebut terdapat dalam ruang candi yang besar yang sampai sekarang dinamai candi Lara Jonggrang. Candi-candi yang ada di dekatnya disebut Candi Sewu yang artinya seribu.



sumber :: Buku cerita anak-anak

Jumat, 25 November 2011

Putri Pinang Masak

    Dari sejarahnya, Puteri Nafisah atau Puteri Senuro berasal dari daerah Banten, Jawa Barat dan sebelum sampai ke Desa Senuro bermukim di Empat Ulu Laut tepian Sungai Musi. Berita bermukimnya seorang puteri di ulu laut Palembang yang kecantikannya tiada tara serta tandingannya di seluruh kerajaan Palembang tersebar luas dikalangan anak pembesar kerajaan, serta menjadi pembicaraan hangat para pemuda di seluruh negeri, sehingga banyak yang berlomba ingin mendapatkannya. Berita ini didengar juga oleh Sultan Palembang sehingga timbullah hasrat Sultan untuk membuktikan kebenaran dari cerita tersebut dan melihat dari dekat kecantikan Sang Puteri. Jika memang benar, muncul hasratnya untuk menjadikan Sang Puteri sebagai gundik, penambah gundik yang telah ada di istana.

    Sultan langsung mengutus beberapa pengawal istana untuk menjemput puteri dan membawanya ke istana. Sebelum para pengawal datang, puteri rupanya sudah lebih dulu mengetahuinya. Puteri sangat bersedih hati,  berusaha dan berikhtiar bagaimana caranya menghindari hal tersebut. Bahkan akhirnya Puteri bersumpah lebih baik mati daripada menjadi gundik Sultan. Namun puteri juga sadar bahwa untuk menghindari kekuasaan Sultan dan para pengawalnya adalah suatu upaya yang tidak mungkin.

    Puteri dan keluarganya lalu mencari cara bagaimana mengelabui para pengawal istana yang hendak menjemputnya. Akhirnya munculnya tipu muslihat untuk mengelabui mereka. Sebelum para pengawal istana tiba, Puteri merebus jantung pisang. Setelah dingin, air rebusan jantung pisang itu lalu dibuat mandi oleh Puteri, akibatnya badan Puteri menjadi hitam pekat, kotor dan kelihatan menjijikankan dan kemolekannya menjadi hilang.
Ketika para Pengawal Sultan sampai dirumah Puteri Nafisah, mereka sangat terkejut dengan pemandangan ditemui. Mereka menjadi ragu apakah benar orang yang berdiri dihadapan mereka adalah Puteri Nafisah yang kecantikannya menggemparkan seluruh negeri itu. Timbul keragu-raguan di hati mereka untuk membawa Puteri, namun karena ini adalah perintah Sultan dan tidak boleh dilanggar, maka akhirnya mereka membawa juga Puteri Nafisah ke istana untuk dipersembahkan kehadapan Sultan.

    Sesampai di istana mereka langsung menghadap Sultan berikut Sang Puteri. Begitu melihat sosok yang berdiri dihadapannya, Sultan bertanya kepada para pengawalnya, apakah benar yang mereka bawa ini adalah Puteri Nafisah yang terkenal kecantikannya tersebut. Dengan kalimat tercekat, para pengawal mengiyakan. Lalu Sultan mengulangi pertanyaannya, kali ini ke arah Puteri Nafisah. Mendapat pertanyaan tersebut Puteri Nafisah diam saja.

    Mendapatkan kondisi tersebut, murkalah Sang Sultan dan seketika itu Puteri Nafisah di usir keluar dari istana. Maka dengan bergegas Sang Puteri meninggalkan istana dan kembali kerumahnya. Mengetahui tipu muslihatnya berhasil, Puteri dan keluarganya merasa senang tiada terkira. Seiring dengan perjalanan waktu, mereka pun kemudian hidup tenang dan terlepas dari niat Sang Sultan. Namun, kondisi ini ternyata tidak berjalan semulus yang mereka harapkan. Cerita kecantikan Sang Puteri ternyata masih tetap menjadi buah bibir di kalangan khalayak. Sultan pun penasaran dan mengutus para penyelidik istana untuk menyelidiki kabar yang berhembus tersebut. Para penyelidik bekerja secara diam-diam dan dengan sangat cermat. Setelah melakukan pengamatan beberapa lama, para penyelidik istana akhirnyamendapatkan fakta yang sebenarnya. Mereka juga mengetahui tipu muslihat Sang Puteri ketika menghadap Sultan sebelumnya.

    Mendengar laporan dari para penyelidiknya, Sultan marah bukan kepalang. Diperintahkannya kembali pengawal untuk menjebut Sang Putri secara paksa. Namun sebelum para pengawal istana sampai, para pengikut setia Sang Puteri segera menyampaikan berita tersebut. Mendapati berita itu, Puteri dan keluarganya sangat terkejut dan sedih bukan kepalang. Mereka berunding, usaha apa kali ini yang harus mereka lakukan untuk menghindari niat Sang Sultan. Setelah berunding, akhirnya diputuskan satu-satunya jalan adalah melarikan diri.

    Dengan persiapan seadanya, di suatu malam, bersama dengan dua orang dayang dan dua orang pengawal, berangkatlah Puteri Nafisah dengan menggunakan sebuah rejung (perahu) menuju ke uluhan Sungai Ogan. Berbulan-bulan rombongan Sang Puteri menyusuri sungai dan lebak, sesekali mereka harus menepi dan bersembunyi untuk menghindari kejaran para pengawal istana. Akhirnya sampailah mereka pada sebuah lebak yang cukup luas, yang kelak lebak itu bernama Lebak Meranjat. Di sebuah teluk yang bernama Teluk Lancang, rejung atau perahu mereka dihadapkan ke teluk tersebut, dan menyusuri sebuah sungai (payo) yang arusnya sangat deras. Lalu sampailah mereka di suatu tempat yang mereka perkirakan cukup aman dan tidak mungkin ditemukan oleh para pengawal istana.

    Kedatangan seorang Puteri beserta dayang dan pengawalnya cepat tersebar di telinga penduduk sekitar. Penduduk pun beramai-ramai tinggal dan menetap bersama Sang Puteri. Untuk menghilangkan jejak, Puteri Nafisah kemudian mengganti namanya dengan sebutan Puteri Senuro. Tempat bermukim mereka berkembang menjadi sebuah dusun yang kemudian diberi nama Senuro, sesuai dengan nama Sang Puteri. Dua dayang dan dua pengawal putri ikut hidup dan menetap disana. Mereka berjanji akan menyertai dan menjaga puteri hingga akhir hayatnya.

    Ditempat yang baru ini Sang Puteri menjadi buah bibir para pemuda dan anak-anak orang terpandang di sekitar wilayah tersebut. Sang Puteri juga mempunyai kepandaian dalam hal membuat anyaman. Puteri mengajarkan juga kepandaian kepada penduduk terutama kaum remaja putrinya, terutama anyaman untuk alat-alat memasak yang digunakan sehari-hari. Puteri juga terkenal dengan keahliannya dalam membuat anyaman yang tidak tembus oleh air. Sampai akhirnya kabar kecantikan dan keahliannya ini turut di dengar oleh Sang Sungging.

    Sang Sungging begitu terharu mendengarkan cerita dan pengalaman Putri Nafisah atau Puteri Senuro ini. Ternyata mereka berdua mengalami peristiwa yang serupa. Dari beberapa kali pertemuan, keduanya pun sepakat untuk menjalin tali kasih. Keduanya juga tak segan bercerita mengenai kepandaian masing-masing. Sang Sungging dalam hal bertukang, memahat, melukis dan membuat kerajinan, sementara Puteri Senuro dalam hal membuat anyam-anyaman. Sang Sungging juga mendengar jika Sang Puteri bisa membuat anyaman yang tidak tembus air.

    Suatu hari Sang Sungging ingin dibuatkan masakan gulai kepada Puteri Senuro. Sang Puteri memenuhi permintaan itu. Setelah gulai masak, dibuatlah sebuah bakul dengan tudungnya untuk tempat gulai tersebut dan langsung dikirim kepada Sang Sungging. Mendapat kiriman Dari Puteri Senuro, Sang Sungging langsung membuka bakul tersebut dan alangkah herannya Sang Sungging, karena sedikitpun kua gulai itu tidak menetes keluar. Sang Sungging semakin percaya dan takjub dengan kepandaian Sang Putrti. Setelah habis gulainya dimakan lalu bakul tadi dikembalikan kepada Puteri Senuro. Sebagai balasannya Sang Sungging menyuguh (menyerut) papan dengan umbangnya (hasil suguhan kayu) hampir 9 meter tanpa terputus-putus. Umbang kayu ini kemudian dimasukkan ke dalam bakul tersebut dan dikirim kembali ke Puteri Senuro. Oleh Puteri Senuro umbang tersebut kemudian dianyam menjadi bakul. Pada perjalanannya, bakul inilah yang kemudian menjadi wadah hantaran lauk pauk dari Sang Puteri ke Sang Sungging.

    Kedua sejoli itu saling berlomba menunjukkan keahlian masing-masing sembari menjaga tali percintaannya menuju hari pernikahan. Persiapan demi persiapan pun mereka gencarkan demi menjelang pelaksanaan pernikahan. Sebelum pernikahan terjadi, datang beberapa orang pengawal Puteri Senuro menemui Sang Sungging membawa pesan bahwa Sang Puteri sedang jatuh sakit. Dari hari ke hari sakitnya bertambah parah dan tidak menunjukkan kesembuhan.
Dalam kondisi sakit parah tersebut Puteri Senuro tetap memikirkan kelangsungan hidup kaumnya. Dia masih teringat dengan kisahnya dulu dan tidak mau kaumnya kelak mengalami nasib serupa. Merasa kondisinya sudah tidak bisa diharapkan lagi, sebelum meninggal Sang Puteri berdoa dan bersumpah kepada yang maha kuasa agar kelak anak cucu kaumnya tidak memiliki paras cantik seperti dirinya, karena kecantikan itu akan membawa kesengsaraan.
Setelah melafazkan sumpah tersebut akhirnya Puteri Senuro menghembuskan nafasnya yang terakhir. Puteri wafat dengan meninggalkan empat orang dayang dan dua orang pengawal yang sangat setia termasuk kekasihnya Sang Sungging. Puteri lalu dimakamkan ditempat tersebut. Bagi anak cucu kaumnya, Puteri Senuro atau Pteri Pinang Masak menjadi pelambang kaum wanita yang menjunjung tinggi martabat. Setelah Sang Puteri meninggal, dayang-dayang dan pengawalnya bertekad akan tetep berdiam di tempat itu, dan akan mati berkubur disamping kubur Sang Puteri.

    Makam Sang Puteri beserta dayang dan pengawalnya juga masih bisa dijumpai di desa tersebut. Saya sendiri sudah pernah berkunjung beberapa tahun yang lalu. Waktu itu dipelataran makam tersebut masih tergantung beberapa helai pakaian Sang Puteri. Namun tidak tahu kondisi sekarang, apakah masih demikian atau tidak. Adapun terhadap sumpah Sang Puteri, Sampai saat ini sumpah tersebut masih terngiang di telinga penduduk Desa Senuro. Percaya tidak percaya, jika kita berkunjung ke desa tersebut maka kita akan menemui pemandangan seolah mencerminkan sumpah dari Sang Puteri. Apakah ini sebuah kebetulan? atau memang akibat dari sumpah Sang Puteri.

    Lalu bagaimana dengan Sang Sungging sendiri. Dalam sebuah cerita dikisahkan bahwa keahliannya dalam bertukang termasuk membuat ukiran yang diceritakan oleh penduduk desa dari mulut ke mulut akhirnya sampai juga di telinga Sultan. Sebelumnya, Sultan telah menyadari kekeliruannya dalam menilai Sang Sungging. Setelah mendengarkan penjelasan dari Permaisurinya dan penasehat istana, Sultan berkesimpulan bahwa tetesan tinta yang membentuk tahi lalat di paha kiri atas pada lukisan istrinya murni akibat ketidaksengajaan Sang Sungging.

    Sebagai wujud dari penyesalannya dan sekaligus untuk membuktikan cerita orang tentang keahlian Sang Sungging, Sultan mengirimkan utusannya. Melalui utusannya ini Sultan menyampaikan kekeliruannya dalam menilai Sang Sungging dan juga memesan daun pintu berukir. Singkat cerita, daun pintu tersebut dapat diselesaikan oleh Sang Sungging persis seperti yang dikehendaki oleh Sultan. Dari situ Sultan akhirnya benar-benar percaya dengan berita tersebut.

    Lalu Sultan mengirimkan utusannya kembali, kali ini dalam misi mengajak Sang Sungging untuk kembali ke Istana. Namun karena Sang Sungging merasa sudah betah dan telah memiliki ikatan emosional dengan peduduk setempat, ajakan Sultan tersebut ia tolak dengan penjelasan dan alasan yang halus. Ia tetap pada pendiriannya untuk tinggal dan membangun bersama penduduk setempat sampai akhir hayatnya. Setelah meninggal, Sang Sungging akhirnya dimakamkan di sekitar desa pelariannya.

    Sebagaimana disinggung diatas, dari kedua tokoh ini sangat diyakini memiliki hubungan erat dengan terbentuknya pola mata pencaharian penduduk lokal. Usang Sungging, dengan keahliannya sebagai tukang kayu dan pembuat kerajinan dari tangan telah mewariskan bidang usaha pertukangan/pembuatan rumah panggung (yang sekarang dikenal dengan rumah knock down) dan kerajinan tangan seperti perhiasan pengantin (dari kuningan), pandai besi (pembuatan golok dan pisau dari besi), dan pembuatan perhiasan dari emas dan perak. Sementara Puteri Pinang Masak mewariskan bidang usaha anyam-anyaman yang hingga sekarang ditekuni oleh masyarakat setempat.


Source: Cerita yang didengar secara turun temurun dan dipadukan postingan dari http://sastratutursumateraselatan.blogspot.com

Kamis, 24 November 2011

Putri Hijau

   Dahulu kala di Kesultanan Deli Lama, hiduplah seorang putri cantik bernama Putri Hijau. Kecantikan sang putri ini tersebar sampai telinga Sultan Aceh sampai ke ujung utara Pulau Jawa. Sang pangeran
jatuh hati dan ingin melamar sang putri. Sayang, lamarannya ditolak oleh kedua saudara Putri Hijau, yakni Mambang Yazid dan Mambang Khayali. Penolakan itu menimbulkan kemarahan Sultan Aceh.

Maka, lahirlah perang antara Kesultanan Aceh dan Deli. Konon, saat perang itu seorang saudara Putri Hijau menjelma menjadi ular naga dan seorang lagi menjadi sepucuk meriam yang terus menembaki tentara Aceh. Sisa “pecahan” meriam itu hingga saat ini ada di tiga tempat, yakni di :
- Istana Maimoon
- Desa Sukanalu
- Tanah Karo
- dan di Deli Tua (Deli Serdang).

    Pangeran yang seorang lagi yang telah berubah menjadi seekor ular naga itu, mengundurkan diri melalui satu saluran dan masuk ke dalam Sungai Deli disatu tempat yang berdekatan dengan Jalan Putri Hijau sekarang. Arus sungai membawanya ke Selat Malaka dari tempat ia meneruskan perjalanannya yang terakhir di ujung Jambo Aye dekat Lhokseumawe, Aceh.

    Putri Hijau ditawan dan dimasukkan dalam sebuah peti kaca yang dimuat ke dalam kapal untuk seterusnya dibawa ke Aceh. Ketika kapal sampai di ujung Jambo Aye, Putri Hijau mohon diadakan satu upacara untuknya sebelum peti diturunkan dari kapal. Atas permintaannya, harus diserahkan padanya sejumlah beras dan beribu-ribu telur, permohonan tuan Putri itu dikabulkan.

 tetapi, baru saja upacara dimula, tiba-tiba berhembus angin rebut yang maha dahsyat disusul oleh gelombanggelombang yang sangat tinggi. Dari dalam laut muncul abangnya yang telah menjelma menjadi ular naga itu dengan menggunakan rahangnya yang besar itu, diambilnya peti tempat adiknya dikurung, lalu dibawanya masuk ke dalam laut. Lagenda ini sampai sekarang masih terkenal dikalangan orang-orang Deli dan malahan juga dalam masyarakat Melayudi Malaysia.

Di Deli Tua masih terdapat reruntuhan benteng dari Putri yang berasal dari zaman Putri Hijau, sedangkan sisa meriam, penjelmaan abang Putri Hijau, dapat dilihat di halaman Istana Maimoon, Medan hingga saat ini.

Sumber : buku cerita rakyat

Asal-usul Kota Cianjur

   Cianjur merupakan daerah asal mama ku, dan kini aku ingin memberitahu kepada kalian semua teman :) bahwa di daerah asal mama ku mempunyai asal-usulnya, berikut ceritanya :: Selamat Membaca ::

   Pada zaman dahulu, di daerah Jawa Barat terdapatlah seorang laki-laki yang kaya raya. seluruh ladang dan sawah di daerah tersebut miliknya. Laki-laki itu sering disebut sebagai Pak Kikirkarena memang sesungguhnya ia adalah orang yang kaya raya namun sangatlah kikir.

   Pak Kikir mempunyai seorang anak, untunglah anaknya tersebut tidak meniru sifat kikirnya tersebut. Anak pak Kikir itu berwatak baik, saking baiknya ! anak tersebut sering membantu tetangganya yang sedang kesusahan tanpa sepengetahuan ayahnya.Menurut pendapat masyarakat yang tinggal di daerah itu, jika ingin hasil panen yang baik maka harus diadakan pesta syukurang yang baik pula. Karena takut hasil panennya gagal, maka pak Kikir mengadakan pesta syukuran di rumahnya dan semua warga di undang untuk datang. Penduduk desa mengira pada saat pesta syukuran ini berlangsung, pak Kikir akan berubah menjadi sedikit dermawan, namun sayangnya perkiraan mereka meleset. pak Kikir tetap saja kikir, karena masyarakat mengira makanan yang akan mereka santap sangatlah enak dan lezat namun ternyata ala kadarnya. Bahkan sebagian tamu yang diundang ada yang tidak kebagian makanan.

” huh!! Sudah berani mengundang orang ternyata tidak dapat menyediakana makanan, sungguh keterlaluan, buat apa hartanya yang segudang itu”
”Tuhan tidak akana memberikan berkah pada jartanya yang banyak itu”

   Demikianlah pergunjingan dan sumpah serapah dari orang-orang miskin mewarnai pesta selamatan yang diadakan Pak Kikir. Pada saat pesta selamatan sedang berlangsung, tiba-tiba datanglah seorang nenek tua renta yang meminta sedekah kepada Pak Kikir.

”Tuan... berilah saya sedekah, walau hanya dengan sesuap nasi…” rintih nenek tua itu
”Apa sedekah? Kau kira untuk menanak nasi tidak diperlukan jerih payah hah...?"
”Berilah saya sedikit saja dari harta tuan yang berlimpah ruah itu......??”
”Tidak! Cepat pergi dari sini, kalau tidak aku akan suruh tukung pukulku untuk meghajarmu!!” 


   Nenek itu mengeluarkan air mata, saat itu ia sangat sedih. bukan mendapat sedekah malahan nenek itu diusir secara paksa dan kasar pula. Dia segera meninggalkan rumah Pak Kikir. Melihat kejadian itu anak Pak Kikir sangat sedih, ia diam-diam mengambil jatah makanannya, lalu ia kejar nenek yang sudah berada di ujung desanya itu dan di berikannya makanannya itu. Nenek itu merasa gembira, setelah anak itu pergi nenek itu melanjutkan perjalanannya dan sampailah ia di sebuah bukit dekat desa, dilihatnyalah rumah Pak Kikir yang sangat besar dan mewah sementara itu masyarakat melarat karena ketamakannya itu.

   Karena ketamakkannya itu, nenek itu marah dan berkata " Ingatlah engkau Pak Kikir, ketamakkanmu akan menenggelamkan dirimu sendiri ".

   Nenek itu lalu menancapkan tongkatnya dan mencabut tongkatnya kembali. Dari lubang itulah memancar air yang sangat deras dan air itu makin lama makin deras menuju desa itu.
“Banjir!” “Banjirrr!!!!!” teriak orang-orang desa yang mulai panik melihat datangnya air bah dari lembah itu. Anak Pak Kikir segera menganjurkan orang-orang agar mereka segera meninggalkan desa dan lari ke atas bukit. Anak Pak Kikir yang bijak itu terus berteriak-teriak mengingatkan penduduk desa. Ia juga membujuk ayahnya agar segera keluar rumah. Namun Pak Kikir tidak mau.

    Karena tidak ada waktu, akhirnya anak itu melarikan diri, sementara ayahnya sibuk mengumpulkan harta bendanya, karena ketamakkannya itu. Akhirnya, Pak Kikir tenggelam dalam banjir itu. Sebagian besar masyarakat desa itu selamat termasuk anak Pak Kikir. Mereka sedih karena melihat desanya tenggelam dan akhirnya memutuskan untuk mencari  desa baru dan menjadikan anak Pak Kikir itu sebagai pemimpinnya. Putera Pak Kikir lalu menganjurkan penduduk untuk mengolah tanah yang telah dibagi rata. Pimpinan desa baru itu mengajari penduduk menanam padi dan bagaimana mengairi sawah secara baik. Desa itu kemudian disebut desa Anjuran, penduduk desa selalu mematuhi anjuran pimpinannnya.

    Lama kelamaan desa itu berkembang menjadi kota kecil disebut Cianjur. Ci berarti air. Cianjur berarti daerah yang cukup mengandung air. Anjuran pemimpin desa dijadikan pedoman para petani dalam mengolah sawah, maka sampai sekarang ini beras Cianjur dikenal sangat enak dan gurih.


   Baiklah inilah cerita asal-usul Kota Cianjur :)
Sumber : buku cerita rakyat

Senin, 21 November 2011

Danau Rayo & Bujang Kurap

   Danau Rayo berada di kawasan Hutan Lindung Kab.Musi Rawas tepatnya di Desa Sungai Jernih Kec.Muara Rupit Sumatra-selatan. Selain itu juga Danau Rayo mempunyai Legenda dan kisah Mistis yang di percaya oleh penduduk asli setempat.

    Mengisahkan seorang pemuda tampan yang berasal dari Negeri sebrang, yang mengembara ke Pulau Sumatera. Dari desa ke desa dan membantu untuk kemakmuran desa yang ia singgahi, lalu pemuda itu kembali mengembara dengan tak tentu arah, dan pada akhirnya pemuda tampan itu singgah ke desa yang kaya raya serta makmur. Itulah desa Panggong Lamo yang sekarang menjadi Desa Sungai Jernih. Pemuda tampan itu memutuskan untuk menetap di desa tersebut, dan mempunyai Ibu angkat yaitu perempuan tua yang hidup sendirian, baik hati dan tinggal di rumah yang sedehana beda dengan rumah penduduk lainnya yang hidup berkecukupan.

    Perempuan tua itu sangat senang sekali karena mempunyai anak angkat yang selalu membantu pekerjaannya dalam menggarap sawah dan bertani serta mencari kayu bakar untuk memasak. Lalu penduduk setempat tahu kalau di rumah itu ada seorang pemuda tampan, banyak gadis desa yang ingin sekali kenal dengan pemuda tampan itu bahkan desa tetangga yang singgah kerumah sederhana itu hanya untuk bertemu dengan pemuda pendatang tersebut.

    Untuk mempersingkat cerita pemuda pendatang itu selain tampan dia pun mempunyai ilmu yang sangat sakti dan dengan ilmunya merubah dirinya sebagai pemuda yang sangat jelek dan mempunyai kurap serta badan yang tak sedap di cium untuk mengetes semua gadis yang memang tulus mencintainya dan juga untuk mengetes penduduk setempat yang sangat senang pada ketampanannya. Dialah Bujang kurap, yang mempunyai ilmu sakti. Tetapi Ibu angkatnya tidak tahu kalau pemuda yang tampan itu menggunakan ilmu kesaktiannya untuk merubah dirinya menjadi Pemuda yang sangat jelek, ibunya dan penduduk setempat mengira itu adalah penyakit yang datang padanya.

    Semenjak itu tidak ada seorangpun yang bertandang lagi ke rumahnya, bahkan penduduk menjauhi pemuda yang di panggil Bujang kurap itu dan menjauhi Ibunya juga. Dengan bersedih dan sangat menyayangi anak angkatnya Ibu Bujang kurap selalu berdoa agar anaknya kembali seperti yang dulu sebagai pemuda yang normal. Suatu ketika penduduk bergembira karena di Desa tersebut akan menggelar pernikahan yang sangat mewah. Bahkan mereka tidak menghiraukan keluarga Bujang kurap dan menginginkan agar Bujang kurap di larang keluar selamanya. Dengan kesal Pemuda Tampan yang menyamar sebagai Bujang kurap itu pergi ke sebuah tempat untuk bertapa dan singgah ke sebuah bongkahan batu, untuk meminta petunjuk Bujang kurap kuasa. Sebelum pergi Bujang kurap membuat perahu bambu untuk sang ibu itu.

    Dan pada saat acara pernikahan berlangsung, penduduk sedang berpesta serta bergembira, datanglah Bujang kurap untuk ikut memeriahkan acara pernikahan tersebut. Dan ternyata kedatangannya tidak di terima dengan baik bahkan di usir dari desa sambil di ludah oleh penduduk setempat, Bujang kurap berjanji akan pergi jika permintaannya di berikan.

“Wahai Tuan, Ku kan pegi man kawan nak meri, apo yang nak ku pintak”
“Payolah katokan’lah apo nian nak kawan pitak”“Ku pegi man ado yang biso nyabot lidi ko”

   Pergilah Bujang kurap mengambil limabatang lidi dan di tancapkannya di depan peduduk, beberapa penduduk penduduk yang mencoba untuk mencabut lidi tersebut tak sanggup mencabutnya, lalu bergiliran panduduk setempat untuk mencabut lidi tersebut dan tak ada yang bisa mencabutnya. Akhirnya Bujang kurap sendiri menyabut lidi tersebut. Apa yang terjadi? Tak di sangka kalau pancuran air yang sangat besar atau deras keluar dalam lubang tancapan lidi tersebut dan akhirnya tak ada yang selamat tenggelam dalam air yang menjadi Danau tersebut kecuali Bujang kurap dan Ibu angkatnya. Dan Bujang kurap pun kembali menjadi seorang pemuda tampan dan mohon maaf kepada ibunya serta meminta ibuya untuk tinggal di kampung tetangga serta Bujang kurap atau Pemuda Tampan itu berpamitan kepada Ibunya serta memberikan beberapa keping emas. Ibu merelakan kepergian anak angkatnya tersebut, dengan sangat bersedih karena dia belum di karuniai seorang anak setelah sepeninggal almarhum suaminya dan sudah menganggap Pemuda itu sebagai anaknya sendiri. Lalu Bujang kurap kembali bertapa dan sesuatu terjadi dengannya yang tiba-tiba hilang secara gaib di atas batu pertapaannya, batu itu yang di namakan Meja Batu. Sekarang meja itu di percaya di tunggu oleh beberapa mahluk gaib. Rumah yang di tempati Bujang kurap dan Ibu angkatnya berada tepat di tengah-tengah danau rayo, yang di akui oleh penduduk setempat tumbuh daun bengkuang emas. Dan banyak kepercayaan lainnya mengenai Danau Raya. Itulah legenda yang mengisahkan Danau Rayo, sekarang banyak sekali persi masyarakat mengisahkan Bujang kurap sebagai penduduk setempat, sebagai penyakit dari kecil, dan beberapa kisah lainnya.

Saat ini yang di percayai dan diyakini oleh keturunan Ibu angkat Bujang kurap (Puyang Bujang kurap panggilan untuk keturunan Ibu angkatnya/keluarga) ialah:


• Kepada keturunan anak laki-lakinya akan ada panu di wajah dan dekat telinga sebelah kiri saat beranjak remaja.

• Ilmu Bujang kuarap akan turun temurun kepada keturunan Ibu angkatnya jika keturunannya mempunyai jiwa dan batin yang bersih serta mempunyai tahi lalat di belakang telinga sebelah kanan. bisa mengobati berbagai penyakit untuk membantu orang yang membutuhkan dan bisa merasakan hal-hal dunia gaib.
• Puyang Bujang kurap akan datang mengunjungi keluarga dan keturunannya benar-benar dari Ibu angkatnya dan mempercayai bahwa ia ada pada malam Jum’at Bulan Purnama.

• Keturunanya turun temurun di berikan penjaga gaib yang selalu menjaga diri mereka dalam kejahatan dunia gaib lainnya dan kejahatan duniawi.

• Keturunanya pandai dalam seni tradisional seperti bernyanyi, bermain alat musik, ataupun menari daerah, dan menyukai hal yang gaib.

   Danau yang indah nan jernih serta luas mempunyai ikan yang tidak ada di dunia sejenis ikan koi yang berwarna emas, ada ikan buntal, ikan Arwana, di dalam DANAU RAYO yang menjadi salah satu aset wisata Kab.Musi Rawas. Dan pohon yang unik berbuah di batang dari atas hingga sampai tanah yang rasanya sangat masam besarnya sebesar buah manggis tapi berangkai, jika di buka seperti buah duku dan kulitnya sangat kebal susah di buka jika tidak menggunakan alat.
sumber : http://drapandra.blogspot.com/

Minggu, 20 November 2011

Asal Mula Selat Bali

   Pada jaman dulu di kerajaan Daha hiduplah seorang Brahmana yang benama Sidi Mantra yang sangat terkenal kesaktiannya. Sanghyang Widya atau Batara Guru menghadiahinya harta benda dan seorang istri yang cantik. Sesudah bertahun-tahun kawin, mereka mendapat seorang anak yang mereka namai Manik Angkeran.

   Meskipun Manik Angkeran seorang pemuda yang gagah dan pandai namun dia mempunyai sifat yang kurang baik, yaitu suka berjudi. Dia sering kalah sehingga dia terpaksa mempertaruhkan harta kekayaan orang tuanya, malahan berhutang pada orang lain. Karena tidak dapat membayar hutang, Manik Angkeran meminta bantuan ayahnya untuk berbuat sesuatu. Sidi Mantra berpuasa dan berdoa untuk memohon pertolongan dewa-dewa. Tiba-tiba dia mendengar suara, “Hai, Sidi Mantra, di kawah Gunung Agung ada harta karun yang dijaga seekor naga yang bernarna Naga Besukih. Pergilah ke sana dan mintalah supaya dia mau memberi sedikit hartanya.”

   Sidi Mantra pergi ke Gunung Agung dengan mengatasi segala rintangan. Sesampainya di tepi kawah Gunung Agung, dia duduk bersila. Sambil membunyikan genta dia membaca mantra dan memanggil nama Naga Besukih. Tidak lama kernudian sang Naga keluar. Setelah mendengar maksud kedatangan Sidi Mantra, Naga Besukih menggeliat dan dari sisiknya keluar emas dan intan. Setelah mengucapkan terima kasih, Sidi Mantra mohon diri. Semua harta benda yang didapatnya diberikan kepada Manik Angkeran dengan harapan dia tidak akan berjudi lagi. Tentu saja tidak lama kemudian, harta itu habis untuk taruhan. Manik Angkeran sekali lagi minta bantuan ayahnya. Tentu saja Sidi Mantra menolak untuk membantu anakya.

   Manik Angkeran mendengar dari temannya bahwa harta itu didapat dari Gunung Agung. Manik Angkeran tahu untuk sampai ke sana dia harus membaca mantra tetapi dia tidak pernah belajar mengenai doa dan mantra. Jadi, dia hanya membawa genta yang dicuri dari ayahnya waktu ayahnya tidur.

   Setelah sampai di kawah Gunung Agung, Manik Angkeran membunyikan gentanya. Bukan main takutnya ia waktu ia melihat Naga Besukih. Setelah Naga mendengar maksud kedatangan Manik Angkeran, dia berkata, “Akan kuberikan harta yang kau minta, tetapi kamu harus berjanji untuk mengubah kelakuanmu. Jangan berjudi lagi. Ingatlah akan hukum karma.”

   Manik Angkeran terpesona melihat emas, intan, dan permata di hadapannya. Tiba-tiba ada niat jahat yang timbul dalam hatinya. Karena ingin mendapat harta lebih banyak, dengan secepat kilat dipotongnya ekor Naga Besukih ketika Naga beputar kembali ke sarangnya. Manik Angkeran segera melarikan diri dan tidak terkejar oleh Naga. Tetapi karena kesaktian Naga itu, Manik Angkeran terbakar menjadi abu sewaktu jejaknya dijilat sang Naga.

   Mendengar kematian anaknya, kesedihan hati Sidi Mantra tidak terkatakan. Segera dia mengunjungi Naga Besukih dan memohon supaya anaknya dihidupkan kembali. Naga menyanggupinya asal ekornya dapat kembali seperti sediakala. Dengan kesaktiannya, Sidi Mantra dapat memulihkan ekor Naga. Setelah Manik Angkeran dihidupkan, dia minta maaf dan berjanji akan menjadi orang baik. Sidi Mantra tahu bahwa anaknya sudah bertobat tetapi dia juga mengerti bahwa mereka tidak lagi dapat hidup bersama.

   “Kamu harus mulai hidup baru tetapi tidak di sini,” katanya. Dalam sekejap mata dia lenyap. Di tempat dia berdiri timbul sebuah sumber air yang makin lama makin besar sehingga menjadi laut. Dengan tongkatnya, Sidi Mantra membuat garis yang mernisahkan dia dengan anaknya. Sekarang tempat itu menjadi selat Bali yang memisahkan pulau Jawa dengan pulau Bali.

Kamis, 17 November 2011

Asal-Usul nama Kota Surabaya

   Dahulu, di lautan luas sering terjadi perkelahian antara ikan hiu Sura dengan Buaya. Mereka berkelahi hanya karena berebut mangsa. Keduanya sama-sama kuat, sama-sama tangkas, sama-sama cerdik, sama-sama ganas, dan sama-sama rakus. Sudah berkali-kali mereka berkelahi belum pernah ada yang menang atau pun yang kalah. Akhimya mereka mengadakan kesepakatan.

   “Untuk mencegah perkelahian di antara kita, sebaiknya kita membagi daerah kekuasaan menjadi dua. Aku berkuasa sepenuhnyadi dalam air dan harus mencari mangsa di dalam air, sedangkan kamu berkuasa di daratan dan mangsamu harus yang berada di daratan. Sebagai batas antara daratan dan air, kita tentukan batasnya, yaitu tempat yang dicapai oleh air laut pada waktu pasang surut!”

   Dengan adanya pembagian wilayah kekuasaan, maka tidak ada perkelahian lagi antara Sura dan Buaya. Keduanya telah sepakat untuk menghormati wilayah masing-masing.
Tetapi pada suatu hari, Ikan Hiu Sura mencari mangsa di sungai. Hal ini dilakukan dengan sembunyi-sembunyi agar Buaya tidak mengetahui. Mula-mula hal ini memarig tidak ketahuan. Tetapi pada suatu hari Buaya memergoki perbuatan Ikan Hiu Sura ini. Tentu saja Buaya sangat marah melihat Ikan Hiu Sura melanggar janjinya.

   Pertarungan sengit antara Ikan Hiu Sura dan Buaya terjadi lagi. Pertarungan kali ini semakin seru dan dahsyat. Saling menerjang dan menerkam, saling menggigit dan memukul. Dalam waktu sekejap, air di sekitarnya menjadi merah oleh darah yang keluar dari luka-luka kedua binatang itu. Mereka terus bertarung mati-matian tanpa istirahat sama sekali.

   Dalam pertarungan dahsyat ini, Buaya mendapat gigitan Ikan Hiu Sura di pangkal ekornya sebelah kanan. Selanjutnya, ekornya itu terpaksa selalu membelok ke kiri. Sementara ikan Sura juga tergigiut ekornya hingga hampir putus lalu ikan Sura kembali ke lautan. Buaya puas telah dapat mempertahankan daerahnya.
Pertarungan antara Ikan Hiu yang bernama Sura dengan Buaya ini sangat berkesan di hati masyarakat Surabaya. Oleh karena itu, nama Surabaya selalu dikait-kaitkan dengan peristiwa ini. Dari peristiwa inilah kemudian dibuat lambang Kota Madya Surabaya yaitu gambar ikan sura dan buaya.

Buaya Perompak

    Pada zaman dahulu, Sungai Tulang Bawang sangat terkenal akan keganasan buayanya. Sehingga orang yang berlayar disana maupun para penduduk yang tinggal disana perlu untuk sangat berhati-hati. Menurut cerita, sudah banyak manusia yang hilang begitu saja disana.

    Pada suatu hari, kejadian yang menyedihkan itu terulang kembali. Orang yang hilang itu adalah seorang gadis rupawan yang bernama Aminah. Anehnya, meskipun penduduk seluryh kampung tepi Sungai Tulang Bawang mencarinya. Tidak ada jejak yang tertinggal. Sepertinya ia sirna ditelan bumi.

  Setelah dari kejadian itu, di dalam sebuah gua besar tergoleklah Aminah. Ia baru saja tersadar dari pingsannya. Betapa terkejutnya ia ketika menyadari bahwa gua itu dipenuhi oleh harta benda yang ternilai harganya. Ada permata, emas, intan, maupun pakaian yang indah-indah. Harta benda itu mengeluarkan sinar yang berkilauan.

   Belum habis rasa takjubnya, dari sudut gua terdengarlah sebuah suara yang besar, "janganlah takut gadis rupawan! Meskipun aku berwujud buaya, sebenarnya aku adalah manusia sepertimu juga. Aku dikutuk menjadi buaya karena perbuatanku dulu yang sangat jahat. Namaku dulu adalah Somad, perampok ulung di Sungai Tulang Bawang. Dulu aku selalu merampok setiap saudagar yang berlayar disini. Semua hasil rampokanku kusimpan dalam gua ini. Kalau aku butuh makanan maka harta itu kujual sedikit di pasar desa tepi sungai. Tidak ada seorangpun yang tahu bahwa aku telah membangun terowongan di balik gua ini. Terowongan itu menghubungkan gua ini dengan desa tersebut." 

   Tanpa disengaja, si buaya perompak tersebut sudah membuka rahasia gua tempat kediamannya. Secara seksama Aminah menyimak dan mengingat keterangan berharga itu. Buaya itu selalu memberinya hadiah perhiasan. Harapannya adalah agar Aminah mau tetap tinggal bersamanya. Namun keinginan Aminah untuk segera kembali ke kampung halamannya makin menjadi-jadi.

   Pada suatu hari, buaya perompak tersebut sedikit lengah. Ia tertidur dan meninggalkan pintu guanya terbuka. Si Aminah pun keluar sambil berjingkat-jingkat. Di balik gua itu ditemukannya sebuah terowongan yang sempit. Setelah cukup lama menelusuri terowongan itu, tiba-tiba ia melihat sinar matahari. Betapa gembiranya ia ketika keluar dari mulut terowongan itu. Disana Aminah ditolong oleh penduduk desa yang mencari rotan. Lalu Aminah memberi mereka hadiah sebagian perhiasan yang dibawanya. Aminah akhirnya bisa kembali ke desanya dengan selamat. Ia pun selanjutnya hidup tenteram disana.

Rank


guest book